PEWARISAN SIFAT
OLEH :
I GEDE JONIARTA
1.1
Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, tentunya
kita pernah dan bahkan sering menemukan beberapa ekor hewan yang memiliki
beberapa perbedaan dan persamaan. Tidak hanya pada hewan, tumbuhan yang dimakan
oleh sebagian besar hewan pun memiliki penampakan yang tidak sama, meskipun
namanya sama. Tumbuhan yang
sama bisa berbunga putih, berbunga merah, berbatang tinggi dan ada yang
berbatang rendah.
Begitu pula
dengan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia di
muka bumi ini tidak ada yang persis sama. Cobalah kita amati orang-orang yang
paling dekat di sekitar kita. Anggota keluarga adalah orang yang paling dekat
dengan diri kita. Kemudian bandingkanlah dirimu dengan Ibu, Bapak dan
saudara-saudaramu! Apakah ada yang persis sama di antara anggota keluarga
kalian? Apakah ada perbedaan yang sangat mencolok antara kamu dengan anggota
keluargamu? Mengapa kita tidak persis sama dengan ayah dan ibu?
Bagaimanakah hal itu dapat terjadi?
Pada waktu
dilahirkan, orang sering menerka, anak yang baru lahir itu mirip Bapaknya atau
Ibunya, atau tidak mirip dengan kedua orang tuanya. Yang lebih mencelakakan
adalah anak yang baru lahir itu bisa mirip dengan paman atau bibinya. Bagi
orang yang melahirkan di rumah sakit, seandainya kasus seperti ini terjadi,
tentu akan mendapat penjelasan dari petugas sehingga tidak menimbulkan
prasangka yang buruk terhadap seseorang.
Sebuah
contoh untuk menjelaskan bahwa tidak ada manusia yang persis sama dimuka bumi
ini. Rudi itulah nama seorang anak laki-laki yang lahir dari hasil perkawinan
antara Pak Joni dengan Buk Rediti lima tahun yang
lalu. Si Rudi ini memiliki kelopak mata dan bulu mata yang persis
dengan bapaknya. Namun, anak ini memiliki bentuk hidung dan warna kulit yang persis
dengan ibunya. Ada hal yang lain dari si Rudi, sifat rambut yang
dimilikinya tidak mirip dengan kedua orang tuanya yaitu rambut lurus. Kalau
kita tidak mengetahui bagaimana sifat-sifat itu diwariskan dari orang tua
kepada anaknya, maka akan timbul prasangka “kasus perselingkuhan” yang
dilakukan oleh ibu anak ini. Tetapi pada kenyataannya, Buk Rediti
ini adalah tipe isteri sangat setia terhadap suaminya. Sementara itu, kucing
Pak Joni beranak dua ekor. Satu ekor berbulu mengikuti corak bulu induk jantan,
sedangkan yang satunya mengikuti corak bulu induk betina.
Dari kedua contoh
di atas, maka dapat kita tentukan bahwa sifat yang dimiliki oleh si Rudi
merupakan sifat yang diperoleh dari kedua orang tuanya. Demikian juga dari
kucing Pak Joni. Lantas, bagaimanakah pewarisan sifat itu dapat terjadi? Apa sajakah
yang berperan di dalamnya? Untuk menjawab pertanyaan itu marilah kita kaji
lebih jauh tentang mekanisme pewarisan sifat pada mahkluk hidup.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut :
1) Bagaimanakah materi genetis bertanggung jawab
dalam pewarisan sifat?
2) Bagaimanakah
terminologi bidang genetika?
3) Bagaimanakah pewarisan
sifat menurut hukum Mendel?
4) Bagaimanakah mekanisme pewarisan sifat pada
manusia?
5) Apakah manfaat perwarisan sifat
bagi kehidupan manusia dalam konteks Salingtemas?
1.3
Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah di
atas, tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mendeskripsikan materi genetis yang bertanggung
jawab dalam pewarisan sifat.
2) Untuk mendeskripsikan terminologi bidang
genetika.
3) Untuk mendeskripsikan pewarisan sifat
menurut hukum Mendel.
4) Untuk mendeskripsikan mekanisme pewarisan
sifat pada manusia.
5) Untuk mendeskripsikan manfaat perwarisan
sifat bagi kehidupan manusia dalam konteks Salingtemas.
1.4
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah
sebagai berikut :
1)
Manfaat Teoritis
Secara teoris, penulisan ini dapat dijadikan salah satu
referensi dan salah satu sumber informasi yang berkaitan dengan pewarisan sifat
pada makhluk hidup.
2)
Manfaat Praktis
Dengan melakukan penulisan ini, penulis
dapat meningkatakan pemahaman dan menambah wawasan berkaitan dengan pewarisan
sifat pada makhluk hidup, serta dapat memberikan saran kepada masyarakat
terkait dengan manfaat pewarisan sifat demi kelangsungan hidup organisme.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Materi Genetik
Dahulu orang beranggapan bahwa sifat
seseorang diwariskan kepada keturunannya melalui darah yang mengandung
tunas-tunas dari berbagai alat tubuh (teori pangenensis).Teori ini dikeluarkan
oleh Charles Darwin (1809-1882). Oleh
karena itu, seseorang disebut berdarah Belanda untuk menunjukkan bahwa dia
adalah keturunan orang Belanda. Ternyata, pendapat itu tidak benar sejak Galton
(1822-1911) melalui eksperimennya membuktikan bahwa darah kelinci putih yang
dipindahkan ke tubuh kelinci hitam dan sebaliknya, ternyata tidak memunculkan
kelinci belang (hitam-putih). Contoh lain yang bisa kita cermati pada masa
sekarang ini bahwa pernyataan atau pendapat itu salah, orang yang menerima
transfusi darah dari orang lain, sifatnya tidak menampakkan sifat baru sesuai
dengan sifat orang yang mendonorkan darahnya. Akhirnya teori ini pun gugur.
Keturunan merupakan hasil
perkembangbiakan secara generatif yang didahului oleh peristiwa peleburan inti
gamet jantan dengan inti gamet betina. Di dalam inti sel terdapat kromosom, dan di dalam kromosom terdapat gen.
Dengan demikian, individu baru hasil perkembangbiakan generatif membawa
sifat-sifat kedua induknya. Lalu apakah yang dimaksud dengan gen? Apa pula yang
dimaksud dengan kromosom. Supaya lebih mudah memahami materi genetik, marilah
kita simak uraian berikut!
2.1.1 Gen
Gen adalah unit hereditas yang mengontrol
sifat-sifat suatu organisme. Ada juga yang menyatakan gen adalah
substansi hereditas penentu sifat-sifat individu yang menyusun kromosom. Di
lain pihak gen adalah suatu unit keturunan (pembawa sifat) berupa
suatu segmen tertentu dari molekul ADN (Asam Dioksiribo Nukleat), umumnya
terletak di kromosom, dan memperlihatkan ekspresinya berupa penampakan luar yang
bisa diamati dan dirasakan, biasanya dinyatakan dengan simbul huruf tunggal.
Bisa ditulis dengan huruf kapital untuk gen yang bersifat dominan dan huruf
kecil untuk gen yang bersifat resesif. Misalnya gen untuk sifat batang tinggi
(dominan) ditulis dengan huruf (T) dan
sifat untuk batang rendah (resesif) ditulis dengan (r).
Jumlah gen pada satu makhluk hidup sangat
banyak, sesuai dengan jumlah sifat yang dimilikinya. Masing-masing sifat
ditentukan oleh satu gen. Gen menempati lokasi tertentu pada kromosom. Letak
gen dalam kromosom seolah-olah berderetan pada tempat yang disebut dengan lokus.
Seperti pada Gambar 01. sebagai berikut ini.
|
Gambar 01:
Gen di dalam kromosom
Sumber : http://images.google.co.id/imgres
Diakses 17 Desember 2008
2.1.2 Kromosom
Dalam tahun
1879 Walter Flamming (1843-1915), seorang profesor pada suatu perguruan tinggi
di Praha dan Kiel, memperkenalkan istilah kromatin untuk mendeskripsikan materi yang tampak serupa
benang (serabut) di dalam nukleus. Ketika diwarnai, benang-benang tersebut
nampak dengan jelas (bahasa Yunani: kroma = warna).
Sementara
untuk istilah kromoson, baru diperkenalkan pada tahun 1888 oleh W. Waldeyer
(1836-1921). Istilah nama kromoson berasal dari bahasa Yunani yaitu
terdiri dari kata kroma yang artinya warna, dan kata soma yang
berarti benda. Jadi dapat disimpulkan bahwa kromosom adalah suatu badan/benda
yang mudah menyerap warna ketika dilakukan pewarnaan sel.
Seorang
pemuda Amerika, Walter S. Sutton (1876-1916) mengetahui bahwa antara
perubahan-perubahan yang berlangsung pada kromosom (= tingkah laku kromosom)
dan pemindahan gen menurut Mendel terdapat pararelisme. Karena itu, dalam tahun
1902 ia merumuskan teori kromosom, yang antara lain menyatakan bahwa
faktor-faktor yang diwariskan kepada keturunannya (gen) terdapat di dalam
kromosom, seperti pada Gambar 01 di atas.
Kromosom
merupakan susunan seperti banang yang terdiri atas ADN dan protein yang
terdapat di dalam inti sel hewan ataupun
sel tumbuhan. Kromosom berbentuk batang dapat lurus atau bengkok. Pada
kromosom terdapat sentromer atau kinetokor, yaitu bagian bening yang merupakan penyimpitan
primer yang terletak pada pertemuan lengan-lengannya. Fungsi sentromer
berkaitan dengan gerakan kromosom pada saat anafase sehingga sentromer
dipandang sebagai tempat perlekatan kromosom pada spindel pembelahan. Pada
umumnya kromosom hanya mempunyai satu buah sentromer (monosentrik), tetapi
mungkin juga ada kromosom yang memiliki dua buah sentromer (disentrik), dan
bahkan mungkin juga ada yang polisentrik.
Kromosom
hanya tampak pada saat sel akan membelah. Pada waktu itu, kromosom berduplikasi
membentuk dua anakan yang masih terikat satu sama lain di bagian sentromer. Masing-masing
anakan kromosom disebut kromatid seperti Gambar 02 dibawah ini.
Gambar 02: Kromosom dengan kromatid yang masing melekat
pada satu sentromer
Sumber
: http://images.google.co.id/imgres?
Diakses 17 Desember 2008
Tubuh
makhluk hidup tersusun atas sel-sel yang beranekaragam bentuk dan ukurannya.
Semua sel yang menyusun tubuh makhluk hidup, kecuali sel kelamin atau sel
nutfah (gamet) disebut sel somatik. Sel nutfah atau gamet adalah sel
kelamin suatu organisme, seperti ovum dan sperma. Dalam satu sel
tubuh terdapat sepasang kromosom yang diterima dari kedua orang tua atau
induknya. Sepasang kromosom ini disebut kromosom homolog. Satu bagian diterima
dari induk jantan dan satu bagian diterima dari induk betina. Oleh karena itu
jumlah kromosom di dalam sel tubuh dinamakan diploid (dilambangkan
dengan 2n). Sedangkan sel kelamin hanya mengandung setengah dari jumlah sel
tubuh (dilambangkan dengan n) yang bersifat haploid. Akibat dari proses fertilisasi inti
ovum oleh inti sperma terbentuklah zigot. Zigot mendapat
kromosom dari inti sperma sebanyak n kromosom dan dari inti ovum sebanyak n
kromosom. Oleh karena itu, zigot memiliki sel tubuh yang diploid (2n kromosom).
Jumlah
kromosom pada beberapa jenis makhluk hidup dapat dilihat pada Tabel 01 berikut.
Tabel 01.
Jumlah Kromosom Pada Beberapa Jenis Makhluk Hidup
No
|
Nama Makhluk Hidup
|
Jumlah Kromosom
|
|
Sel Tubuh (2n)
|
Sel Kelamin (n)
|
||
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Manusia (Homo
sapiens)
Orang utan (Pongo
pygmaeus)
Simpansee (Pan
troglodytes)
Anjing (Canis
familiaris)
Kucing (Felis
domestica)
Kuda (Equus
caballus)
Kodok (Xenopus
laevis)
Lalat buah (Drosophila
melanogaster)
Padi (Oryza
sativa)
|
46
buah
48
buah
48
buah
78
buah
38
buah
64
buah
36
buah
8 buah
12
buah
|
23
buah
24
buah
24
buah
39
buah
19
buah
32
buah
18
buah
4
buah
6
buah
|
Sumber : Bawa, Wayan
(1991)
Untuk mempelajari morfologi kromosom
paling dilakukan pada saat metaphase dan anaphase pembelahan sel. Berdasarkan
letak sentromernya, kromosom dibedakan menjadi empat tipe, yaitu :
a.
Kromosom telosentrik, bentuknya seperti tongkat pendek dengan sentromer yang terletak pada
ujung proksimal.
b.
Kromosom akrosentrik, bentuknya seperti tongkat pendek dengan lengan yang sangat kecil
sehingga hamper tidak kelihatan.
c.
Kromosom sub-metasentrik, mempunyai lengan yang tidak sama panjangnya sehingga tampak seperti
huruf L.
d.
|
O O O
O
a
b c
d
Setiap
makhluk hidup memiliki jumlah kromosom yang berbeda-beda seperti Tabel 01 di
atas. Misalnya, setiap sel tubuh manusia memiliki 46 buah atau 23 pasang kromosom. Dari 46 buah
kromosom tersebut, 23 buah kromosom datang dari ayah dan 23 buah kromosom
datang dari ibu. Sel sel yang membawa 23 kromosom baik dari ayah maupun dari ibu
disebut sel-sel kelamin.
Berdasarkan
peranannya, kromosom dibedakan menjadi dua, yaitu kromosom tubuh (autosom)
dan kromosom kelamin (gonosom). Autosom merupakan kromosom yang mengatur
sifat-sifat tubuh makhluk hidup dan tidak terlibat dalam penentuan jenis
kelamin. Autosom dilambangkan
dengan A. Gonosom merupakan kromosom yang menentukan jenis kelamin. Gonosom
terdiri atas dua macam, yaitu kromosom X yang menentukan jenis kelamin betina
dan kromosom Y yang menentukan jenis kelamin jantan.
Manusia dan
sebagian besar mammalia memiliki sepasang gonosom. Secara normal, tubuh seorang
perempuan memiliki sepasang kromosom X (XX), sedangkan laki-laki normal
memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y (XY). Dengan demikian, susunan
kromosom sel tubuh seorang wanita normal dapat ditulis dengan formula 44A + XX
atau 22AA + XX, sedangkan untuk laki-laki normal, susunan kromosom sel tubuhnya
dapat ditulis dengan formula 44A + XY atau 22AA + XY.
Pada sel
tubuh lalat buah (Drosophila melanogaster) terdapat delapan buah
kromosom, yaitu tiga pasang autosom (dilambangkan A) dan sepasang gonosom yang
dilambangkan dengan XX untuk lalat buah betina dan XY untuk lalat buah jantan.
Formula kromosom untuk lalat buah betina 3AA + XX , sedangkan untu lalat buah
jantan 3AA + XY. Untuk sel kelamin lalat buah, susunan kromosomnya adalah 3A +
X untuk lalat buah betina, dan 3A + X dan 3A + Y.
2.2 Terminologi Bidang Genetik
Untuk dapat
mewariskan sifat induk kepada keturunannya maka induk harus melakukan
perkawinan. Dalam bidang genetika, sebagai salah satu cabang biologi, mengkaji
tentang mekanisme pewarisan sifat. Untuk itu, perlu dipahami beberapa istilah
yang terkait dengan hal tersebut. Misalnya: parental, filia/keturunan,
fenotipe, genotipe, dominan, resesif, homozigot, heterozigot, dan intermediat.
Parental yang sering dilambangkan dengan
huruf “P” adalah tetua yang melakukan
perkawinan. Sedangkan filia (F) adalah anak yang dihasilkan dari perkawinan induknya.
Anak-anak yang dihasilkan langsung dari induk disebut keturanan pertama (F1).
Sedangkan anak-anak yang dihasilkan dari perkawinan keturunan pertama disebut keturunan kedua/
filia dua (F2).
Sifat-sifat
yang dimiliki oleh suatu individu ditentukan oleh faktor pembawa sifat
keturunan yang disebut dengan gen. Gen tertentu membawa sifat
tertentu pula. Gen yang membawa suatu sifat dilambangkan dengan huruf pertama
dari sifat tersebut. Susunan/komposisi gen pada suatu makhluk hidup disebut
dengan genotipe. Genotipe ini biasanya dilambangkan dengan
dua huruf karena setiap individu memiliki susunan kromosom yang diploid (2n).
Genotipe itu akan membawa sifat tertentu yang akan muncul dan dapat diamati
pada individu yang bersangkutan. Dengan kata lain ekspresi dari genotipe itulah
yang disebut dengan fenotipe. Misalkan: genotipe untuk sifat
batang tinggi disimbulkan dengan huruf TT. Genotipe TT ini akan mengekspresikan
sifat batang tinggi. Fenotipe batang tinggi merupakan sifat-sifat morfologi
yang tampak dan dapat diamati secara langsung dengan panca indera.
Fenotipe
suatu individu merupakan hasil interaksi antara genotipe dengan faktor
lingkungan. Hal ini berarti juga bahwa lingkungan berpengaruh terhadap ekspresi
suatu gen. Sebagai contoh, dua tanamanan yang sama ditaruh pada
tempat/lingkungan yang berbeda akan menampakkan fenotipe yang berbeda pula.
Dalam hal ini, faktor-faktor lingkungan mengarahkan ekspresi suatu gen.
Pada suatu perkawinan/persilangan antara
tanaman berbatang tinggi dengan tanaman berbatang rendah, ternyata dihasilkan
keturunan baru yang semuanya berbatang tinggi. Dalam hal ini gen pembawa sifat
batang tinggi bersifat dominan. Sebaliknya, gen untuk sifat batang
rendah bersifat resesif. Suatu gen dikatakan dominan
apabila gen tersebut menutupi atau mengalahkan ekspresi gen
pasangannya. Pasangan gen ini selanjutnya disebut alel.
Sedangkan gen yang ditutupi atau gen yang dikalahkan ekspresinya
disebut gen resesif. Untuk gen dominan dilambangkan dengan huruf
kapital (T) sedangkan untuk gen resesif dilambangkan dengan huruf kecil (t).
Sifat batang tinggi (T) dominan terhadap sifat batang rendah (t). Dari contoh
ini dapat kita tuliskan genotipe individu yang berbatang tinggi yaitu TT, Tt
dan untuk sifat batang rendah dituliskan dengan tt.
Jika dalam
suatu persilangan antara tumbuhan berbunga merah (MM) dengan tumbuhan berbunga
putih (mm), ternyata dari hasil persilangan itu dihasilkan keturunan (F1)
dengan fenotipe merah muda (Mm). Sifat warna merah muda ini adalah sifat baru
yang muncul dari pencampuran sifat warna bunga merah dengan sifat bunga warna
putih. Sifat seperti ini disebut dengan intermediat.
Genotipe
tanaman berbunga merah (MM) atau bunga yang berwarna putih (mm) dikatakan homozigot.
Homozigot adalah sifat suatu individu yang genotipenya terdiri
atas pasangan gen yang sama. Sebaliknya, untuk sifat warna bunga merah muda
dengan genotipe Mm dikatakan heterozigot. Heterozigot adalah
sifat suatu individu yang genotipenya terdiri atas pasangan gen yang tidak
sama. Jika genotipenya MM, dikatakan dominan homozigot. Dan jika genotipenya
mm, dikatakan resesif homozigot.
2.3 Reproduksi Sel Sebagai Dasar Pewarisan Sifat
Reproduksi
sel dikatakan sebagai dasar pewarisan sifat
karena pada reproduksi sel terjadi peristiwa yang sangat penting yaitu
mitosis yang terjadi pada sel-sel somatis, dan meiosis yang tejadi sel-sel
kelamin. Akibat dari peristiwa ini terjadi variasi dalam susunan gen yang ada
dalam kromosom. Macam gamet pada setiap individu dapat berbeda-beda. Bagaimana
terjadinya proses pewarisan kromosom yang bersifat diploid dan haploid ini
dengan berbagai kemungkinan variasi gen yang dikandungnya akan dibahas dalam
pembelahan mitosis dan meiosis.
2.3.1 Mitosis
Gamet
betina (n-kromosom) setelah dibuahi oleh gamet jantan (n-kromosom) akan
menghasilkan zigot yang bersifat diploid (2n-kromosom). Dalam perkembangannya
zigot akan mengalami pembelahan berkali-kali secara mitosis yang melalui
fase-fase sebagai berikut :
(1) Interfase
Fase ini
sering juga disbut fase istirahat. Pada fase ini sel siap untuk membelah,
tetapi belum memperlihatkan kegiatan membelah. Inti sel nampak keruh, dan
lambat laun kelihatan benang-benang kromatin yang halus.
(2) Profase
Fase ini
ditandai dengan kondensasi benang-benang kromatin yang semakin memendek dan
akhirnya terbentuk unit-unit yang disebut kromosom. Masing-masing kromosom terdiri dari belahan lengan
yang disebut kromatida. Pada saat kondensasi kromosom berlangsung, organela
mitokondria dan plastida mulai menghilang, membran inti menghilang, kromosom
berpindah ke bagian tengah, benang spindel mulai muncul dari kedua kutub yang
berlawanan dan berhubungan langsung dengan sentromer. Pada hewan, muncul
sentriol. Lama waktu profase dapat berlangsung satu jam sampai beberapa jam.
(3)
Matafase
Fase ini
ditandai dengan benang spindel semakin nyata, kromosom bergerak menuju bidang
pembelahan (equatorial) yang terletak ditengah-tengah keduan kutub. Pada akhir
metafase yang berlangsung pendek sekitar 5-15 menit, seluruh kromosom sudah
berada di bidang pembelahan.
(4)
Anafase
Pada fase
ini kromosom membelah mulai sentromer menjadi dua anakan yang sama dengan
kromosom induk (2n-kromosom). Pada awal anafase, kromosom mulai bergerak ke
arah kutub-kutub yang berlawanan. Anafase berakhir pada saat kromosom sudah
sampai pada kutub-kutub yang berlawanan. Lama waktu yang diperlukan fase ini
sekitar 2-10 menit.
(5)
Telofase
Pada fase
ini kromosom sudah berada di kutub-kutub yang berlawanan. Membran inti
terbentuk kembali, kromosom menjadi samar-samar dan akhirnya lenyap. Anakan
inti terbentuk, demikian pula jalinan endoplasmik retikulum.
Pada akhir telofase yang berlangsung sekitar 10-30 menit terbentuk dua
sel anakan yang persis sama dengan iduknya.
|
||||
|
2.3.2
Meiosis
Meiosis
adalah pembelahan sel yang terjadi pada sel kelamin (gonad), yaitu pada saat
terjadinya pembentukkan gamet (gametogenesis). Dalam pembelahan ini
terjadi pengurangan jumlah kromosom dari 2n-kromosom menjadi n-kromosom.
Pembelahan
meiosis berlangsung melalui dua tingkat yaitu meiosis – I dan meiosis – II. Tahapan meiosis berlangsung
sebagai berikut :
(1) Meiosis – I
(a) Profase
– I
Meiosis – I
mempunyai tahapan seperti mitosis, hanya tahapan profasenya memiliki kekhasan,
yang terdiri dari lima stadium yaitu leptotenema (leptoten),
zigonema (zigoten), pakinema (pakiten), diplonema (diploten), dan
diakinesis.
a.1 Leptonema (Leptoten)
Pada inti kelihatan
benang-benang halus berstruktur kromosom yang bersifat diploid.
a.2
Zigonema (Zigoten)
Kromosom homolog saling
mendekat lalu berpasangan (sinapsis) yang dimulai pada sentromer.
Pasangan kromosom homolog ini disebut gemini atau bivalen.
a.3
Pakinema (Pakiten)
Pembentukkan gemini sempurna,
sehingga jumlah kromosom menjadi haploid.
a.4
Diplonema (Diploten)
Kromosom yang ada dalam bentuk
gemini tersebut membelah secara membujur menjadi 4-kromatida (tetrad) yang
saling berjauhan. Pada saat pembentukkan tetrad sangat memungkinkan
terbentukknya kiasmata yang memungkinkan terjadi pindah silang (Crossing
over).
a.5
Diakinesis
Pada stadium ini, kromosom memendek – menebal, dan
mereka tersebar di sepanjang tepi inti.
(b) Metafase – I
Pada metafase – I, dinding inti dan
nukleoli lenyap, diikuti dengan terbentuknya benang-benang spindel. Kromosom
(bivalen) bergerak menuju bidang pembelahan (equatorial) secara acak dengan
sentromrt mengarah ke kutub.
(c) Anafase – I
Pada fase ini kromosom-kromosom homolog
(bivalen) yang terdiri dari dua kromatid (diad) saling memisahkan diri
dan ditarik oleh benang-benang spindel ke arah kutub yang berlawanan. Ini
berarti bahwa jumlah kromosom telah
mengalami pengurangan jumlah kromosom.
(d) Telofase – I
Pada fase
ini terjadi sitokinesis (pembelahan sel menjadi dua sel anakan yang
masing-masing bersifat haploid). Meiosis – I berakhir, dan segera menuju ke
meiosis – II. Waktu istirahat antara meiosis – I dan meiosis –II sangat singkat
yang disebut dengan interkinesis.
(2) Meiosis – II
Meiosis –
II berlangsung seperti mitosis, hanya saja terjadi pada sel-sel yang bersifat
haploid, dengan tahapan sebagai berikut :
(a) Profase – II
Benang-benang
kromatin terbentuk kembali, kemudian memendek-menebal menjadi kromosom.
(b)
Metafase – II
Kromosom
menempatkan diri pada bidang equtorial/pembelahan.
(c)
Anafase – II
Tiap kromosom yang berasal dari diad
membelah membujur, memisahkan diri, bergerak masing-masing ke arah kutub yang berlawanan.
(d)
Telofase – II
Pada fase
ini kromosom yang sudah berada d kutub yang berlawanan menjadi semakin tebal
dan jelas, membran inti terbentuk kembali, terjadi sitokinesis, sehingga
terbentuk sel anakan baru yang jumlahnya 4 buah sel tetapi bersifat haploid
(n-kromosom).
|
|||
|
2.3.3 Gametogenesis
Pada mahluk tingkat tinggi seperti manusia
gametogenesis ada dua macam, yaitu spermatogenesis dan oogenesis.
Sementara pada tumbuhan tingkat tinggi proses ini di sebut dengan mikrosporogenesis
dan megasporogenesis. Hasil
akhir dari meiosis biasanya tidak langsung berupa gamet. Mereka masih
memerlukan waktu agar dapat berfungsi sebagai gamet yang disebut dengan istilah
maturasi (dewasa).
2.3.3.1 Gametogenesis Pada Manusia
(1) Spermatogenesis
Merupakan
proses pembentukkan spermatozoa hewan jantan dan orang laki-laki. Sel-sel
primordial diploid dalam testis membelah secara mitosis membentuk
spermatogonium. Spermatogonium tumbuh menjadi spermatosit primer (diploid) yang
kemudian membelah secara meiosis. Dari spermatosit primer dihasilkan dua spermatosit sekounder yang bersifat
haploid. Selanjutnya sel-sel ini akan mengalami pembelahan meiosis – II, dan
menghasilkan 4 spermatid haploid. Selama maturasi spermatid akan berkembang
menjadi spermatozoa.
|
|
(2)
Oogenesis
Sel
primordial dilpoid dalam ovarium yang disebut oogonium, tumbuh menjadi
oosit primer (2n). Oosit primer mengalami meiosis –I menghasilkan oosit
sekunder (sebuah sel yang besar) dan badan kutub primer (sebuah sel yang
kecil), yang masing-masing bersifat haploid. Badan kutub selanjutnya mengalami
degenerasi dan tidak ikut berperan dalam
fertilisasi. Pada meiosis – II dari oosit sekunder dihasilkan dua sel yang tidak sama besar,
yang disebut dengan ootid dan yang kecil disebut badan kutub sekunder. Dalam
proses maturasi ootid berkembang menjadi ovum, sedangkan badan kutub tidak
berfungsi.
|
||||
|
2.3.3.2 Gametogenesis Pada Tumbuhan Tinggi
(1)
Mikrosporogenesis
Mikrosporogenesis
adalah gametogenesis yang berlangsung dibagian jantan dari bunga yang disebut
dengan kepala sari (antera) yang, menghasilkan serbuk sari (pollen).
Sel induk mikrospora (mikrosporosit) yang bersifat diploid
yang terdapat di dalam antera mengalami meiosis – I menghasilkan sepasang sel
haploid. Sel tersebut selanjutnya mengalami meiosis – II, menghasilkan
4-mikrospora haploid yang berkelompok menjadi satu. Inti dari setiap mikrospora
mengalami karyokinesis (pembelahan inti) sehingga di dalamnya terdapat dua inti
haploid yang masing-masing disebut inti saluran serbuk sari (inti
vegetatif/inti tabung) dan inti generatif. Setelah terbentuk serbuk sari, inti
generatif (inti sperma) membelah secara mitosis tanpa disertai sitokinesis,
sehingga terbentuk dua inti sperma. Dalam serbuk sari yang matang akan terdapat
tiga buah inti yaitu dua inti generatif dan satu inti vegetatif.
(2)
Megasporogenesis
Megasporogenesis
adalah gametogenesis pada ovarium atau bakal buah yang menghasilkan kandungan
lembaga. Megasporosit yang merupakan sel induk megaspora yang bersifat diploid
dalam ovarium mengalami meiosis – I menghasilkan dua sel haploid. Pada meiosis
– II dihasilkan empat megaspora haploid
yang berderet. Tiga megaspora mengalami degenerasi lalu mati. Satu megaspora
yang masih hidup mengalami pembelahan
kromosom sebanyak tiga kali
berturut-turut tanpa diikuti dengan sitokinesis. Dari peristiwa ini
menghasilkan sebuah sel besar yang disebut kandung lembaga muda yang mengandung
8 inti haploid dan dilindungi oleh integumen, tetapi diujungnya terdapat
sebuah liang kecil yang disebut mikrofil sebagai tempat masuknya saluran
serbuk sari ke dalam kandung lembaga. Tiga dari 8 inti haploid tadi menepatkan diri di dekat mikrofil. Dari tiga
inti ini, dua diantaranya disebut sinergid mengalami degenerasi, dan
yang satu berkembang menjadi ovum. Tiga buah inti lainnya yang disebut antipoda
bergerak ke arah ujung yang berlawanan, dua inti sisanya bersatu di tengah
kandung lembaga menjadi sebuah inti yang diploid (2n) yang disebut inti kutub
(inti polar).
Pada saat
pembuahan, salah satu inti sperma akan membuahi ovum menghasilkan zigot yang
akan berkembang menjadi embrio. Inti sperma yang lain akan membuahi inti
kandung lembaga yang diploid menghasilkan inti triploid (3n) yang selanjutnya
akan mengalami pembelahan berkali-kali membentuk jaringan putih lembaga
(jaringan endosperm) yang digunakan oleh embrio untuk pertumbuhan.
Setelah
terbentuk gamet seperti di atas, selanjutnya Mendel mengemukakan suatu cara
mencari gamet suatu individu dengan genotipe
tertentu. Berdasarkan prinsip segregasi (pemisahan secara bebas), yaitu seperti
pada Tabel 02 sebagai berikut.
Tabel 02. Jumlah Gamet pada
Berbagai Genotipe Individu
No
|
Genotipe Individu
|
Jumlah Gamet
|
Macam Gamet
|
1
2
3
4
5
6
7
8
|
BB
BBKK
BBKKMM
Bb
BbKK
BbKk
BbKKMm
BbKkMm
|
1
macam
1
macam
1
macam
2
macam
2
macam
4
macam
4
macam
8
macam
|
B
BK
BKM
B dan b
BK dan bK
BK, Bk, bK, dan
bk
BKM, BKm, bKM,
dan bKm
BKM, BKm, BkM,
Bkm, bKM, bKm, bkM, dan bkm
|
Sumber : Daroji & Haryati (2007)
Berdasarkan
tabel 02 di atas, dapat dirumuskan bahwa jumlah gamet dalam suatu genotipe
individu adalah 2n, dimana n adalah jumlah alel yang heterozigot,
misalnya sebagai berikut :
a) Jika jumlah alel heterozigot adalah 0,
jumlah macam gametnya adalah 20 = 1 macam. Contoh: gamet BB tidak
memiliki alel heterozigot, atau n = 0, sehingga jumlah gametnya 20 =
1 macam, dan macam gametnya hanya B
saja.
b) Jika jumlah alel heterozigot adalah 1,
jumlah macam gametnya adalah 21 =
2 macam. Contoh: gamet Bb memiliki 1 alel heterozigot, atau n = 1,
sehingga jumlah gametnya 21 = 2 macam, dan macam gametnya adalah B dan b.
c) Jika jumlah alel heterozigot adalah 2,
jumlah macam gametnya adalah 22 = 4 macam. Contoh: gamet BbKk
memiliki 2 alel heterozigot, atau n = 2, sehingga jumlah gametnya 22
= 4 macam, dan macam gametnya BK, Bk,
bK, dan bk.
Selanjutnya,
untuk menentukan jumlah macam gamet, sifat beda serta kemungkinan kombinasi
genotipe atau fenotipe pada keturunan kedua (F2) dapat dilihat pada
Tabel 03 sebagai berikut.
Tabel 03.
Kombinasi Genotipe dan Fenotipe
Jumlah Sifat Beda
|
Jumlah Macam Gamet
|
Macam Kemungkinan Genotipe F2
|
Jumlah Kemungkinan Fenotipe F2
|
Perbandingan
Fenotipe F2
|
1
2
3
4
5
n
|
21
= 2
22
= 4
23
= 8
24
= 16
25
2n
|
3
9
27
81
35
3n
|
2
4
8
16
25
2n
|
3 : 1
9 : 3 : 3 : 1
27 : 9 : 9 : 9
: 3 : 3 : 3 : 1
81 : 27 : 27 :
27 : 27 : 9 : 9 : 9 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 : 3 : 3 : 1
243 : 81 dst
3n :
…dst
|
Sumber : Sarna, dkk
(2000)
2.4 Pewarisan
Sifat Menurut Mendel
Salah satu cabang biologi yang
mengkaji tentang pewarisan sifat adalah genetika. Ilmu genetika berkembang
sangat pesat sejak ditemukannya teori pewarisan sifat oleh seorang rahib di
sebuah biara di Brunn, Austria yang bernama Gregor Johann Mendel
yang selanjutnya tokoh ini disebut Bapak Genetika.
Mendel adalah orang yang pertama
melakukan percobaan perkawinan silang. Dalam percobaannya, Mendel menyilangkan
beberapa jenis tanaman ercis atau kacang kapri (Pisum sativum) di kebun
biara. Di kebun tersebut banyak sekali terdapat tanaman kacang kapri yang
beraneka ragam, ada yang berwarna putih dan merah, ada yang berbiji bulat dan
keriput, serta ada pula yang berbatang tinggi dan rendah.
Mendel memilih kacang kapri untuk penelitiannya
karena kacang tersebut memiliki sifat sebagai berikut :
1.
Memiliki bunga sempurna yang
dapat melakukan penyerbukan sendiri;
2. Dapat dengan mudah dilakukan penyerbukan
silang;
3. Masa hidupnya tidak lama, sehingga segera
menghasilkan keturunan;
4.
Memiliki
pasangan sifat yang mencolok.
Salah satu
percobaan yang dilakukan Mendel adalah meyilangkan tanaman kacang kapri berbiji
bulat galur murni dengan tanaman kacang kapri berbiji keriput galur
murni dan sebaliknya. Galur murni (pure line) adalah tumbuhan
yang melakukan penyebukan sendiri dan
menghasilkan keturunan dengan sifat-sifat seperti induknya meskipun ditanam
ulang beberapa kali, dan memiliki pasangan gen (alel) yang sama, yaitu dominan
saja atau resesif saja. Ada juga pendapat yang menyatakan galur murni adalah suatu populasi yang terdiri dari
individu-individu yang genetisnya sama (homozigot) akibat dari kawin silang
dalam (inbreeding) atau perkawinan keluarga. Kedua pendapat diatas
memiliki satu kesaman yaitu pada susunan genetisnya yang homozigot.
Penyilangan dua individu dengan menyilangkan
masing-masing serbuk sari tanaman yang satu ke putik tanaman yang lain disebut
dengan persilangan resiprok. Dengan kata lain persilangan resiprok
merupakan persilangan antara dua individu yang masing-masing berperan sebagai
penyumbang serbuk sari. Agar tidak terjadi penyerbukan sendiri, Mendel
menghilangkan serbuk sari pada bunga yang akan ditaburi serbuk sari bunga lain
semenjak bunga tersebut masih berbentuk kuncup.
Mendel
melakukan percobaan ini berulang kali dan hasilnya dicatat dengan teliti. Percobaan
juga dilakukan dengan sifat tanaman kacang kapri yang memiliki sifat mencolok
lainnya. Misalnya, sifat warna bunga merah dan sifat warna bunga putih, sifat
batang tinggi dengan batang rendah.
Mendel
melakukan banyak percobaan pada tanaman kacang kapri yang memiliki
bermacam-macam sifat beda. Hasil percobaan tersebut dirumuskan menjadi sebuah
hipotesa (dugaan semetara). Hipotesis ini dibuat berdasarkan fakta-fakta dari
percobaan perkawinan silang tanaman kacang kapri. Adapun
hipotesa yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.
Pada
setiap organisme ada sepasang faktor yang mengendalikan sifat tertentu. Sepasang faktor tersebut sekarang disebut gen.
2. Gen-gen yang bersifat dominan akan
mengalahkan gen-gen yang bersifat resesif. Prinsip dominan tersebut ditunjukkan
dengan tanaman kacang kapri (F1) yang bergenotipe Mm tampak berbunga
merah.
3. Keturunan pertama (F1) dengan
genotipe Mm, menghasilkan dua macam gamet yang berjumlah sama. Misalnya: jika
dihasilkan 50 serbuk sari, 25 sebuk sari memiliki genotipe M dan 25 serbuk sari
yang lain memiliki genotipe m. Demikian juga pada sel telurnya. Hal ini terjadi
karena pada waktu pembentukkan sel gamet pasangan gen Mm memisah secara bebas.
Akibatnya masing-masing sel kelamin (sebuk sari atau sel telur) hanya
memperoleh satu gen, yaitu M atau m. Peristiwa ini untuk selanjutnya disebut
dengan prisip pemisahan secara bebas.
4. Dari hipotesa di atas, Mendel selanjutnya
merumuskan sebuah prinsip yang berkaitan dengan pewarisan sifat, yang
selanjutnya disebut dengan hukum Mendel (Mendelisme), sebagai berikut :
Prinsip berpisah
secara bebas (segregasi). Selama pembentukkan gamet, tiap alel diturunkan
secara bebas kepada setiap gamet. Ini terjadi pada persilangan monohibrid
b)
Hukum Mendel - II.
Prinsip berpasangan (penggabungan) gen secara bebas. Selama pembentukkan
gamet dihibrid F1, pasangan alel akan mencari pasangan yang bukan
alelnya. Misalnya, dari persilangan induk dengan dua sifat beda (dihibrid)
diperoleh F1 dengan genotipe BbKk. Dalam pembentukkan gametnya B
tidak akan berpasangan dengan b melainkan B akan berpasangan dengan K atau k
sehingga gamet yang terbentuk BK, Bk, bK, dan bk.
2.4.1 Persilangan dengan Satu Sifat Beda
(Monohibrida)
Di antara
dua individu, sebenarnya banyak ditemukan sifat beda. Untuk mempermudah
mempelajarinya, maka jumlah sifat yang diamati perlu dibatasi. Persilangan yang
mengamati satu sifat beda disebut dengan persilangan monohibrida (mono =
1, hibrida = hasil persilangan dua individu yang memiliki sifat beda).
Contoh
persilangan monohobrid antara kacang kapri berbunga merah dengan kacang kapri
berbunga putih. Bunga merah (M) dominan terhadap bunga putih (m). Selanjutnya,
F1 dari persilangan ini akan disilangkan kembali dengan sesamanya,
sehingga diperoleh keturunan keduanya (F2) seperti Gambar 06 di
bawah ini.
Persilangan
juga dilakukan pada tanaman kapri biji bulat galur murni dengan kapri biji
keriput. Sifat biji bulat dominan terhadap biji keriput. Dengan cara yang sama
maka, pada persilangan ini juga di peroleh keturunan keduanya.
1 : 2 : 1
Merah : Putih = 3 : 1
Gambar 09 : Bagan Persilangan Monohobrid
Tabel 04. Diagram
Persilangan Kacang Kapri Berbunga Merah dengan Kacang Kapri Berbunga Putih
Serbuk Sari
Sel Telur
|
M
50 %
|
M
50%
|
M
50 %
|
MM
25%
(Merah)
|
Mm
25%
(Merah)
|
m
50 %
|
Mm
25%
(Merah)
|
Mm
25%
(Putih)
|
Sumber : Daroji & Haryati (2007)
Dari bagan di atas tampak bahwa induk
(parental) memilki sifat bunga merah
disilangkan dengan induk berbunga putih, menghasilkan keturunan pertama (F1)
yang semuanya berwarna merah. Dalam persilangan tersebut, sifat bunga merah menutupi atau mengalahkan sifat
bunga putih. Hal ini berarti sifat bunga merah dominan terhadap sifat bunga
putih. Sifat bunga putih disebut resesif.
Selanjutnya,
keturunan pertama (F1) yang berbunga merah (Mm) disilangkan dengan
sesamanya. Hasil dari persilangan itu
adalah tanaman kacang kapri yang
merupakan keturunan kedua (F2). Pada bagan di atas tampak hasil
persilangan yang memunculkan sifat bunga putih, padahal parental kedua (F1
x F1) berwarna merah. Peristiwa ini menunjukkan bahwa dalam
induk kedua sifat bunga putih masih ada, tetapi masih tertutupi oleh sifat
bunga merah.
Pada
diagram persilangan munculnya sifat bunga putih terjadi karena gen resesif
pembawa sifat bunga berwarna putih bertemu dengan alelnya yang sama-sama
resesif, sehingga sifat bunga berwarna putih muncul kembali.
Dari diagram di atas, tampak bahwa keturunan kedua
dalam persilangan tersebut memiliki tiga macam genotipe, yaitu MM, Mm, dan mm
dengan perbandingan 1 : 2 : 1. Hal ini berarti keturunan kedua (F2),
sebanyak 25 % individu bergenotipe MM, 50 % bergenotipe Mm, dan 25 %
bergenotipe mm. Adapun fenotipe yang muncul ada dua macam, yaitu merah dan
putih, dengan perbandingan (rasio) 3 : 1.
Selain
hasil percobaan di atas, Mendel juga menemukan persilangan monohibrid yang
sifatnya intermediat, yaitu sifat perpaduan antara gen dominan
dengan gen resesif yang memunculkan fenotipe baru, seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 10 di bawah ini.
|
x
x
1 : 1 : 1 : 1
Merah : Merah Muda : Putih = 1 : 2 : 1
Gambar 10 : Bagan Persilangan Monohobrid dengan sifat intermediat
Tabel
05. Diagram Persilangan Monohibrid
dengan sifat Intermediat
Serbuk Sari
Sel Telur
|
M
|
M
|
M
|
MM
(Merah)
|
Mm
(Merah Muda)
|
m
|
Mm
(Merah Muda)
|
Mm
(Putih)
|
Sumber : Daroji & Haryati (2007)
Dari
persilangan di atas tampak ada fenotipe baru yang muncul. Sifat warna merah
muda muncul sebagai akibat dari pengaruh gen dominan dangan resesif yang
sama-sama kuat memunculkan pengaruhnya, sehingga tidak ada yang saling
menutupi dan yang ditutupi (gen M
memiliki pengaruh yang sama kuat dengan gen m).
Jika antar keturunan F1 di silang diperoleh keturunan kedua
(F2) dengan perbandingan atau rasio sebagai berikut :
1. Rasio berdasarkan genotipe adalah MM : Mm
: mm = 1 : 2 : 1
2. Rasio berdasarkan sifat yang tampak
(fenotipe) adalah Merah : Merah Muda : Putih = 1 : 2 : 1
2.4.2 Persilangan dengan Dua Sifat Beda
(Dihibrida)
Selain
melakukan percobaan dengan satu sifat beda, Mendel juga melakukan percobaan
persilangan dengan dua sifat beda. Persilangan yang dilakukan pada dua individu
dengan memperhatikan dua sifat beda disebut dengan persilangan dihibrida.
Tanaman kacang kapri yang dipilih selalu merupakan galur murni. Dalam
ekperimennya, Mendel memilih kacang kapri biji bulat, warna kuning untuk
disilangkan dengan kacang kapri biji keriput warna hijau. Pada F1–nya
diperoleh semua keturunannya berbiji bulat warna kuning. Hal ini menunjukkan
bahwa sifat biji bulat, warna kuning dominan terhadap sifat biji keriput, warna
hijau.
Hasil
persilangan pertama tadi (F1), selanjutnya ditanam kembali dan dibiarkan
melakukan penyerbukan sendiri. Biji-biji yang dihasilkan, oleh Mendel disebut
turunan kedua (F2), dengan fenotipe biji bulat warna kuning : Biji
Bulat warna hijau : biji keriput warna kuning : biji keriput warna hijau dengan
perbandingan (rasio) = 9 : 3 : 3 : 1. Proses penurunan sifat pada persilangan
dihibrida dapat dijelaskan sebagai berikut.
Bila B =
simbul untuk gen bulat (dominan), b = simbul untuk gen kisut, K = untuk warna
kuning, k = simbul gen warna hijau, maka genotipe parental dan filia dari F1
dan F2 dapat dibuat seperti Gambar 11 berikut ini:
|
|
BK
|
Bk
|
bK
|
bk
|
BK
|
BBKK
(1)
|
BBKk
(2)
|
BbKK
(3)
|
BbKk
(4)
|
Bk
|
BBKk
(5)
|
BBkk
(6)
|
BbKk
(7)
|
Bbkk
(8)
|
bK
|
BbKK
(9)
|
BbKk
(10)
|
bbKK
(11)
|
bbKk
(12)
|
bk
|
BbKk
(13)
|
Bbkk
(14)
|
bbKk
(15)
|
bbkk
(16)
|
Gambar 11 : Bagan Persilangan pada Dihibrid
Sumber
: Nurharyati (2006)
Diagram punnet
di atas menunjukkan bahwa variasi genotipe dan fenotipe pada persilangan
dihobrida lebih banyak dari variasi genotipe dan fenotipe pada persilangan
monohibrida. Pada persilangan dihibrid :
a.
Persilangan antar F1
(BbKk x
BbKk) menghasilkan 9/16 turunan biji bulat warna kuning dengan
genotipe BBKK (1), BBKk (2), BbKK (2), BbKk (4); 3/16 biji bulat warna
hijau dengan genotipe, BBkk (1), Bbkk (2); 3/16 bagian biji keriput
warna kuning dengan genotipe, bbKK (1), bbKk (2); 1/16 bagian biji
keriput warna hijau dengan genotipe, bbkk (1).
b.
Di antara F2
ternyata muncul dua kombinasi sifat fenotipe yang tidak dimiliki oleh kedua
induknya (P). Kedua fenotipe baru ini adalah biji bulat warna hijau dan biji
keriput warna kuning. Dari kenyataan ini Mendel berasumsi bahwa dalam
pembentukkan gamet, tiap alel diturunkan secara bebas kepada setiap gamet. Jika
pada monohibrida terjadi segregasi (pemisahan) bebas dari satu pasang alel
(Hukum Mendel - I), maka pada dihibrida F1 dengan genotipe BbKk, dalam
pembentukkan gametnya B tidak akan berpasangan dengan b melainkan B akan
berpasangan dengan K atau k sehingga gamet yang terbentuk BK, Bk, bK, dan bk.
Prinsip Mendel inilah yang kemudian disebut dengan Hukum Mendel – II yaitu
hukum pengelompokkan gen secara bebas (The Law of Independent Assortment of
Genes) atau hukum pilihan acak (Random Assortment).
c.
Hasil keturunan pada kotak
nomor 1, 6, 11 dan 16 yang letaknya diagonal dari kiri atas ke kanan bawah,
semuanya bersifat homozigot.
d.
Sedangkan pada kotak nomor 4,
7, 10 dan 13 yang letaknya diagonal dari kanan atas ke kiri bawah, semuanya
bersifat heterozigot dengan genotipe dan fenotipe yang sama.
Selain dengan cara punnet seperti di
atas, keturunan pada persilangan dihibrida juga dapat dicari dengan menggunakan
sistem bracket. Sistem ini dapat digunakan untuk menentukan : 1) macam
gamet dari suatu individu, 2) rasio fenotipe dari suatu persilangan, 3) rasio
genotipe dari suatu persilangan.
|
Gambar 12 : Persilangan Dihibrid dengan Sistem Breeket
Sumber : Sarna, dkk. (2000)
2.5 Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Pewarisan
sifat yang terjadi pada persilangan monohibrid, dihibrid, polihibrid bertolak
dari konsep suatu pewarisan sifat keturunan yang ditentukan oleh gen tunggal.
Akan tetapi dalam kenyataannya kadang-kadang suatu sifat tidak bisa diterangkan
dengan dasar sebuah gen tunggal, melainkan oleh adanya interaksi beberapa
pasang gen yang saling memberikan pengaruh. Proses pewarisan siafat itu sendiri
masih mengikuti pola dari hukum Mendel. Namun variasi fenotif yang
dihasilkannya seperti tidak sesuai dengan hukum Mendel itu sendiri. Karenanya
proses interaksi gen juga disebut dengan penyimpangan semu hukum Mendel, atau
modifikasi dari perbandingan klasik 9 : 3 : 3 :1.
2.5.1 Interaksi Beberapa Pasang Alel
Adanya
interaksi gen ini pertama kali diketahui oleh W. Bateson dan R.C Punnet pada
awal abad ke-20 dari persilangan ayam dengan pial (jengger) yang berbeda.
Dikenal ada 4 macam bentuk jengger yaitu tipe gerigi/mawar (rose), tipe biji/kacang
(pea), tipe walnut/sumpel, dan tipe bilah (single).
Bila ayam
pial mawar (galur murni) disilangkan dengan ayam pial kacang (galur murni) yang
keduanya telah diketahui dominan, pada F1-nya dihasilkan turunan
berpial walnut, yang berbeda dari pial kedua induknya. Apabila pial walnut
disilangkan dengan sesamanya, maka pada F2-nya dihasilkan ayam
berpial Walnut : mawar : kacang : bilah = 9 : 3 : 3 : 1. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa bentuk pial dipengarhi oleh dua pasang alel yang saling
berinteraksi.
Sebagai
contoh, perilangan antara ayam berpial mawar (RRpp) dengan ayam berpial kacang
(rrPP), akan menghasilkan ayam berpial walnut pada keturunan pertamanya (F1-nya).
Dengan bagan persilangan sebagai berikut:
P1 : Mawar x Kacang
RRpp rrPP
F1 : RrPp
(walnut)
F2 :
|
RP
|
Rp
|
rP
|
rp
|
RP
|
RRPP
(Walnut)
|
RRPp
(Walnut)
|
RrPP
(Walnut)
|
RrPp
(Walnut)
|
Rp
|
RRPp
(Walnut)
|
RRpp
(Mawar)
|
RrPp
(Walnut)
|
Rrpp
(Mawar)
|
rP
|
RrPP
(Walnut)
|
RrPp
(Walnut)
|
rrPP
(Kacang)
|
rrPp
(Kacang)
|
rp
|
RrPp
(Walnut)
|
Rrpp
(Mawar)
|
rrPp
(Kacang)
|
rrpp
(Bilah)
|
§ Genotip pial walnut : R – P – 9/16 bagian
§ Genotip pial mawar : R – pp 3/16 bagian
§ Genotip pial kacang : rr P – 3/16
bagian
§ Genotip pial bilah : rr pp 1/16
bagian
Dalam
peristiwa interaksi ini dua pasang alel bekerjasama menghasilkan fenotip pial
tertentu (walnut, mawar, kacang, bilah). Adapun ciri interaksi gen yaitu; (1) F1
tidak pernah sama dengan induknya, (2) muncul sifat baru (bilah).
2.5.2 Epistasis Dominan
Epistasis adalah peristiwa penutupan ekspresi gen
oleh gen lain yang bukan alelnya. Gen yang ditutupi disebut hipostasis.
Peristiwa ini pertama kali ditemukan oleh Nelson dan Ehle pada persilangan
gandum. Apabila gen dominan menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya maka
disebut epistasis dominan.
Dari
persilangan gandum yang kulit bijinya hitam (HHkk) dengan gandum yang kulit
bijinya kuning (hhKK), keturunan pertama (F1) semuanya berkulit biji
hitam. Hal ini menunjukkan bahwa sifat hitam dominan terhadap sifat kuning.
Selanjutnya F1 disilangkan dengan sesamanya menghasilkan keturunan
kedua (F2) dengan perbandinga 12 hitam : 3 kuning : 1 putih.
P1 : Hitam x Kuning
HHkk hhKK
F1 : HhKk
(hitam)
P2 : HhKk x HhKk
|
HK
|
Hk
|
hK
|
hk
|
HK
|
HHKK
(Hitam)
|
HHKk
(Hitam)
|
HhKK
(Hitam)
|
HhKk
(Hitam)
|
Hk
|
HHKk
(Hitam)
|
HHkk
(Hitam)
|
HhKk
(Hitam)
|
Hhkk
(Hitam)
|
hK
|
HhKK
(Hitam)
|
HhKk
(Hitam)
|
hhKK
(Kuning)
|
hhKk
(Kuning)
|
hk
|
HhKk
(Hitam)
|
Hhkk
(Hitam)
|
hhKk
(Kuning)
|
hhkk
(Putih)
|
§ Genotip Kulit biji hitam : H – kk 3/16
bagian
§ Genotip kulit biji kuning: hh K – 3/16 bagian
§ Genotip kulit biji putih : hh kk 1/16
bagian
Perbandingan
fenotip Hitam : Kuning : Putih = 12 : 3 : 1
2.5.3 Epistasis Resesif (Kriptomeri)
Pada
peristiwa ini gen resesif menutupi ekspresi gen lainnya. Contoh pada perkawinan
tikus hitam dengan tikus putih yang
homozigot. F1-nya menghasilkan tikus hibrida yang semuanya berwarna
hitam. Sedangkan keturan kedua (F2) didapatkan ratio fenotip hitam :
abu-abu : putih = 9 : 3 : 4, yang nampaknya menyimpag dari hukum Mendel.
Diketahui :
o
R –
C – =
hitam
o
rr C
– k = abu-abu
o
- -
cc = putih (albino)
P1 : Hitam x Kuning
RR CC rr cc
F1 : Rr Cc
(hitam)
P2 : Rr
Cc x Rr Cc
|
RC
|
Rc
|
rC
|
rc
|
RC
|
RRCC
(Hitam)
|
RRCc
(Hitam)
|
RrCC
(Hitam)
|
RrCc
(Hitam)
|
Rc
|
RRCc
(Hitam)
|
RRcc
(Putih)
|
RrCc
(Hitam)
|
Rrcc
(Putih)
|
rC
|
RrCC
(Hitam)
|
RrCc
(Hitam)
|
rrCC
(Abu-abu)
|
rrCc
(Abu-abu)
|
rc
|
RrCc
(Hitam)
|
Rrcc
(Putih)
|
rrCc
(Abu-abu)
|
rrcc
(Putih)
|
§ Genotip hitam : R – C – 9/16 bagian
§ Genotip Putih : R – cc 3/16 bagian
§ Genotip Abu-abu :
rr C – 3/16
bagian
§ Genotip putih : rr cc 1/16
bagian
Perbandingan
fenotip Hitam : Abu-abu : Putih = 9 : 3 : 4
2.5.4 Epistasis Dominan dan Resesif
Pada
peristiwa ini proses saling menutupi semakin komplek. Misalnya pada persilangan
ayam ras Leghorn dan Plymouth Rack yang sama-sam berwarna putih. Pada F1-nya
semua turunan berwarna putih, suatu kenyataan yang wajar berdasarkan prinsip
dominansi Mendel. Namun pada F2-nya ternyata, muncul turunan ayam
berwarna yang mengundang pertanyaan. Setelah dikaji ternyata ada sejumlah gen
yang saling berinteraksi, diantaranya adalah sebagai berikut :
C = gen yang menyebabkan bulu ayam berwarna
c = gen yang menyebabkan bulu ayam tidak
berwarna (putih)
I = gen yang menghambat munculnya warna
i = gen yang tidak mencegah timbulnya
warna
sehingga proses penurunan
dapat digambarkan sebagai berikut.
P1 : cc ii x CC II
Plymouth
Rock Leghorn
(putih) (putih)
F1 : CcIi
(Putih)
F2 :
|
C I
|
C i
|
c I
|
c i
|
C I
|
CC II
(Putih)
|
CC Ii
(Putih)
|
Cc II
(Putih)
|
Cc Ii
(Putih)
|
C i
|
CC Ii
(Putih)
|
CC ii
(Berwarna)
|
Cc Ii
(Putih)
|
Cc ii
(Berwarna)
|
c I
|
Cc II
(Putih)
|
Cc Ii
(Putih)
|
cc II
(Putih)
|
cc Ii
(Putih)
|
c i
|
Cc Ii
(Putih)
|
Cc ii
(Berwarna)
|
cc Ii
(Putih)
|
cc ii
(Putih)
|
§ Genotip putih : C – I– 9/16 bagian
§ Genotip berwarna : C – ii 3/16
bagian
§ Genotip putih : cc I – 3/16 bagian
§ Genotip putih : cc ii 1/16
bagian
Perbandingan
fenotip Putih : berwarna = 13 : 3
2.6 Pewarisan Sifat Pada Manusia
Seperti
halnya pada tumbuh-tumbuhan, pewarisan sifat pada manusia juga terjadi. Beberapa gen pada kromosom autosom dan
gonosom akan mengawasi sifat-sifat tertentu. Pasangan gen heterozigot dalam
ekspresinya dipengaruhi oleh jenis kelamin individu yaitu hormon.
Pada
manusia sifat-sifat yang dipengaruhi oleh jenis kelamin antara lain; botak pada
usia muda, gigi coklat sebagian (white forelock) dan panjang telunjuk jadi
tangan. Genotipe sifat botak pada manusia ditunjukkan pada Tabel 06 sebagai
berikut.
Tabel 06. Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Ekspresi
Pasangan Gen b yang Mengontrol Kepala Botak
Genotipe
|
Pria
|
Wanita
|
BB
|
Botak
|
Botak
|
Bb
|
Botak
|
Tidak Botak
|
bb
|
Tidak Botak
|
Tidak Botak
|
Sumber : Sarna, dkk (2000)
Pada peristiwa lain, pewarisan sifat
juga ditentukan oleh adanya interaksi beberapa alel yang disebut dengan alel
ganda. Alel ganda adalah alel yang anggotanya lebih dari satu. Jumlah alel
yang lebih dari dua tersebut hanya terdapat dalam suatu populasi. Misalnya,
penentuan golongan darah manusia.
Golongan darah manusia ditentukan
menurut sistem A – B – O. Dari sistem ini, golongan darah manusia terdapat
empat tipe yaitu: golongan darah A, golongan darah B, golongan darah AB, dan
golongan darah O. Ini didasarkan atas ada tidaknya antigen A dan anti gen B di
dalam eritrositnya. Adanya anti gen ditentukan oleh gen di dalam kromosom.
Keempat golongan darah itu ditentukan oleh tiga macam alel. Simbul yang digunakan
adalah huruf I berasal dari Isoaglutinasi atau huruf L berasal dari Lanstainer, yaitu orang yang menemukan
golongan darah. Dengan demikian kombinasi genotipe golongan darah terdapat
sebanyak enam macam genotipe, seperti ditunjukkan pada Tabel 07 berikut ini.
Tabel 07. Hubungan Golongan Darah dan Kombinasi
Genotipe Serta Antigen dalam Eritrosit
Golongan Darah
|
Antigen
|
Genotipe
|
A
|
A
|
IAIA dan IAIO
|
B
|
B
|
IBIB dan IBIO
|
AB
|
A dan B
|
IAIB
|
O
|
-
|
IOIO
|
Sumber : Sarna, dkk (2000)
Dalam hal ini, antara IA
dengan IB tidak ada yang lebih dominan, sehingga antara orang yang
bergenotipe IAIB bergolongan darah AB atau kedua alel
tersebut bersifat kodominan. Sedangkan alel IA > IO dan IB > IO. Selain dengan sistem A-B-O terdapat pula
sistem golongan darah M-N dan sistem Rhesus (Rh)
Faktor Rh pertama kali ditemukan oleh
Lanstainer – Wiener pada tahun 1942, antigen ini dinamakan faktor rhesus karena ditemukan dalam darah
kera (Macaca rhesus). Faktor Rh ada dua macam yaitu Rh+ dan
Rh-, dimana Rh+ > Rh-.
Selain oleh kombinasi alel ganda,
pewarisan sifat pada manusia juga dipengaruhi oleh keberadan gen ganda. Gen
ganda adalah gen yang jumlahnya lebih dari satu pasang, terletak pada
lokus-lokus berlainan di kromosom, bekerja secara komulatif dalam menumbuhkan
sifat genetik kuantitatif. Misalnya dalam pewarisan sifat pigmentasi kulit dan
bentuk sidik jari (dipengaruhi oleh dua pasang gen) sedangkan untuk tinggi
badan dan warna mata manusia dipengaruhi oleh 3-5 pasang gen.
Beberapa kelainan pada manusia juga
diturunkan.Biasanya pewarisan itu diturunkan melalui kromosom autosom maupun
gonosom, baik yang bersifat resesif ataupun yang bersifat dominan.
Kelainan yang diwariskan melalui
autosom dominan, antara lain jari pendek (brakidaktili), jari bergabung
(sindaktili), dan jumlah jari lebih (polidaktili). Kelainan yang
diwariskan melalui kromosom autosom resesif misalnya gangguan mental, albino,
anemia bulan sabit (sickle cell anemi). Selain itu, kelainan juga
diwariskan melalui gonosom, misalnya buta warna (colour blind), dan
darah tidak bisa membeku (hemofilia). Kedua kelainan ini diwariskan melalui kromosom X,
dan bersifat resesif.
Gen buta
warna (colour blind) yang terpaut kromosom X dan bersifat resesif (cb)
ini akan berpengaruh ketika dalam keadaan homozigot resesif pada kromosom X
untuk perempuan. Apabila pada laki-laki, satu gen resesif saja pada kromosom X
sudah menimbulkan buta warna. Dengan demikian, kemungkinan genotipe yang dapat
terjadi adalah sebagai berikut :
XCB
XCB = wanita normal
XCB
Xcb = wanita normal karier
(pembawa sifat) buta warna
Xcb
Xcb = wanita buta warna
XCB
Y = laki-laki normal
Xcb
Y = laki-laki buta warna
Misalkan
seorang laki-laki normal menikah dengan seorang perempuan pembawa sifat buta
warna. Dari perkawinan ini kemungkinan anak-anak mereka adalah wanita normal :
laki-laki normal : wanita normal pembawa buta warna : laki-laki buta warna.
P :
XCB Xcb x
XCB Y
(carier buta warna) (normal)
G : XCB,
Xcb XCB,
Y
F1: XCB
XCB : XCB Y : XCB Xcb : XcbY
Sama dengan
buta warna, pewarisan kelainan berupa hemofili (h) juga terjadi melalui
kromosom X . Pada keadaan homozigot dominan (hh), dapat menimbulkan hemofili.
Sehingga ada beberapa kemungkinan genotipe yang dapat terjadi, sebagai berikut
:
XH
XH = wanita normal
XH
Xh = wanita normal karier
(pembawa sifat) hemofili
Xh
Xh = wanita hemofili
(bersifat letal)
XH
Y = laki-laki normal
Xh
Y = laki-laki hemofili
Gen-gen
yang terpaut pada kromosom Y disebut dengan gen-gen holandrik.
Sebagian besar gen- gen ini tidak
mempunyai pasangan pada kromosom X, selain itu gen-genya sangat langka. Gen ini
hanya diwariskan dari ayah hanya pada anak laki-laki saja. Contoh sifat yang
terpaut kromosom Y adalah hypertrichosis (pertumbuhan rambut pada
telinga), keratoma dissipatum (penebalan kulit pada tangan dan kaki),
dan jari kaki berselaput.
2.7 Manfaat Pewarisan Sifat bagi kehidupan dalam konteks Salingtemas
Dengan
semakin berkembangnya ilmu genetika telah banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Salah satu prinsip
genetika yang diterapkan dalam bidang pertanian dan peternakan adalah
dihasilkannya bibit unggul.
Beberapa
bibit unggul pada tanaman pangan dan hewan ternak sudah ditemukan. Misalnya,
untuk tanaman pangan diperolehnya bibit padi unggul, kentang, jagung, papaya,
kedelai, dan tomat yang semuanya ini bersifat unggul. Pada hewan ternak
misalnya sapi pedaging, babi unggul, sapi perah, unggas pedaging atau petelur,
dan berbagai jenis ikan. Bibit unggul ini diperoleh melalui persilangan dan
seleksi.
Perkawinan
silang dilakukan terhadap dua individu yang memiliki sifat unggul tertentu dengan harapan untuk
menghasilkan keturunan yang memiliki gabungan sifat unggul dari kedua induknya
untuk selanjutnya akan dijadikan bibit. Biasanya bibit unggul yang disebarluaskan
kepada petani atau peternak merupakan galur murni dengan genotipe dominan homozigot,
sehingga sifat unggulnya akan terus nampak meskipun ditanam berulangkali.
Mencari
bibit unggul merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi pangan.
Sifat unggul yang dimaksud biasanya sifat yang sesuai dengan kepentingan
manusia (sesuai dengan tujuan manusia). Tumbuhan dan hewan bibit unggul
diharapkan memiliki sifat-sifat menonjol (unggul), antara lain tahan terhadap
penyakit, umur lebih pendek (cepat menghasilkan), produksi tinggi, rasa enak,
hasil tidak cepat rusak/busuk, tahan kering, dan cepat beradaptasi dengan
lingkungan.
Selain pada
tumbuhan dan hewan, konsep genetika ini juga bisa diterapkan dalam kehidupan
manusia yaitu dalam menentukan pasangan hidup manusia kelak. Karena manusia
juga ingin memperbaiki kehidupan dan melestarikan jenisnya, maka manusia
sebagai salah satu agen genetika memiliki kriteria tertentu untuk menentukan
pasangan hidupnya dengan memperhatikan ”Bibit, Bebet dan Bobot”.
Andaikata
ketiga kriteria di atas bisa diterapkan
maka keturunan yang dihasilkan dari suatu proses perkawinan, diharapkan
memiliki sifat-sifat unggul yang dimiliki oleh orang tuanya. Sehingga konsep
genetika secara empiris bisa diterapkan, terutama dalam memilih pasangan hidup
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh si pemilih.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat
dibuat kesimpulan sebagai berikut :
3.1.1 Yang berperan dalam pewarisan sifat
adalah gen dan kromosom. Gen adalah pembawa
sifat menurun yang ada pada kromosom. Sedangkan kromosom adalah suatu
badan/benda yang mudah menyerap warna ketika dilakukan pewarnaan sel.
3.1.2 Terminologi
bidang genetika antara lain :
a. Lokus gen adalah tempat tertentu pada
kromosom yang diduduki oleh satu alel gen dari suatu sifat.
b. Alel adalah sepasang gen yang terletak
pada posisi sama pada sepasang kromosom.
c. Dominan adalah sifat yang menutupi atau mengalahkan
sifat pasangannya.
d. Resesif adalah sifat yang ditutupi
ekspresinya oleh sifat dominan.
e. Intermediat adalah sifat baru ynag muncul
karena gen dominan dan gen resesif sama-sama kuat pengaruhnya sehingga tidak
ada yang menutupi dan yang ditutupi atau
dengan kata lain sifat antara dari sifat dominan dan sifat resesif.
f. Homozigot adalah sifat suatu individu yang
genotipenya terdiri atas pasangan gen yang sama, misalnya individu dengan
genotipe MMTT, MMtt, mmTT, mmtt.
g. Heterozigot adalah sifat suatu individu
yang genotipenya terdiri atas pasangan gen yang berbeda, misalnya individu
dengan genotipe MmTt, Mmtt, mmTt.
h. Parental adalah tetua/induk yang akan
disilangkan, biasanya diberi simbul P.
i.
Gamet
adalah sel reproduksi jantan atau betina yang sudah masak (sperma, serbuk sari,
sel telur).
j.
Filia
adalah anak yang dihasilkan dari perkawinan induknya (keturunan), biasanya
diberi simbul F.
k. Genotipe adalah susunan genetik, atau
jumlah total dari semua gen dalam satu individu yang ada hubungannya dengan
fenotipe. Biasanya dinyatakan dengan huruf pertama dari sifat fenotipe. Karena
individu itu bersifat diploid maka genotipe ditunjukkan dengan huruf dobel. Misalnya MM, Mm, mm dan seterusnya.
l.
Fenotipe
adalah ekspresi dari genotipe yang dapat diamati dengan panca indera. Atau
fenotipe adalah kenampakan luar dari suatu individu yang sangat tergantung dari
susunan genetisnya. Biasanya dinyatakan dengan kata sifat yang terkait dengan
ukuran (tinggi-pendek), rasa (manis-asam), bentuk (bulat-keriput) dan
lain-lain.
m. Autosom adalah kromosom sel-sel tubuh
n. Gonosom adalah kromosom sel-sel kelamin
3.1.3
Pewarisan sifat menurut Mendel adalah mengikuti pola sesuai dengan sifat beda
yang diamati. Pola itu selanjutnya disebut dengan hukum Mendel (Mendelisme).
Adapun hukum yang dimaksud adalah :
a) Hukum Mendel - I.
Prinsip berpisah secara bebas
(segregasi). Selama pembentukkan gamet, tiap alel diturunkan secara bebas
kepada setiap gamet. Ini terjadi pada persilangan monohibrid
b) Hukum Mendel - II.
Prinsip berpasangan (penggabungan) gen secara
bebas. Selama pembentukkan gamet dihibrid F1, pasangan alel akan
mencari pasangan yang bukan alelnya. Misalnya, dari persilangan induk dengan
dua sifat beda (dihibrid) diperoleh F1 dengan genotipe BbKk. Dalam
pembentukkan gametnya B tidak akan berpasangan dengan b melainkan B akan
berpasangan dengan K atau k sehingga gamet yang terbentuk BK, Bk, bK, dan bk.
3.1.4 Pewarisan sifat pada persilangan
monohobrid mempunyai perbandingan/ratio genotif = 1 : 2 : 1 pada F2-nya
dan ratio fenotif = 3 : 1, sedangkan pada persilangan dihibrid dengan sifat
dominan resesif pada F2-nya mempunyai perbandingan fenotif = 9 : 3 : 3 :1. Perbandingan klasik menurut
Mendel akan mengalami modifikasi akibat adanya interaksi alel yang bukan
pasangannya sehingga menimbulkan kesan seolah-olah terjadi penyimpangan
pewarisan sifat menurut hukum Mendel yang selanjutnya disebut dengan
penyimpangan semu hukum Mendel, seperti interaksi beberapa pasang alel,
Epistasis dominan, epistasis resesif, epistasis dominan resesif, epistasis
karena gen resesif rangkap, epistasis karena gen dominan rangkap, dan epistasis
karena gen-gen rangkap dengan pengaruh komulatif.
3.1.5 Pewarisan sifat pada manusia pada
prinsipnya sama dengan pewarisan sifat pada tumbuhan. Ada dua kromosom yang
berperan yaitu autosom dan gonosom. Beberapa sifat diatur gen pada autosom dan
beberapa sifat diatur oleh gen pada gonosom yang memang tidak bisa berpisah
dalam pembentukan gamet (pautan gen).
3.1.6 Kelainan akibat pautan gen ini ada
sifat yang lebih cenderung muncul pada laki-laki karena gen terpaut pada kromosom
Y, yang tidak mempunyai pasangan pada koromosom X. Akibatnya, satu saja
terdapat gen yang menimbulkan kelainan, maka pada laki-laki kelainan itu akan
muncul.
3.1.7 Pewarisan sifat pada manusia juga
dibatasi oleh jenis kelamin. Hal ini terkait dengan hormon adanya gen-gen yang bersifat kodominan, alel
ganda, dan gen ganda.
3.1.7 Salah satu manfaat yang bisa dirasakan dengan
kemuajuan ilmu genetika adalah diperolehnya bibit unggul pada tanaman budidaya
dan peternakan. Dalam kehidupan manusia, pemahaman konsep genetika diterapkan
dalam menentukan sifat-sifat tertentu yang menjadi kriteria dalam memilih
”pasangan hidup”.
3.2 Saran-Saran
Menyimak
simpulan tadi, serta fenomena yang terjadi di zaman sekarang, ilmu genetika
begitu pesat perkembangannya, sehingga penulis dapat menyarankan:
- Konsep genetika bisa diterapkan untuk menentukan kriteria tertentu dalam memilih pasangan hidup kelak.
- Bagi yang sudah memasuki masa berumah tangga (Grahasta), sifat-sifat anak kita yang sedikit berbeda dari kedua orang tuanya, semata-mata disebabkan karena pola pewarisan sifat. Implikasi dari pernyataan ini adalah kepada suami diharapkan tidak cepat berprasangka buruk terhadap isterinya, dan sebaliknya.
- Pemahaman konsep dan penerapannya dimasyarakat dapat membantu masyarakat untuk mencoba menemukan bibit unggul yang bisa dikembangkan lebih lanjut meskipun dengan teknologi dan dana yang terbatas.
DAFTAR PUSTAKA
Bawa, Wayan. 1991. Dasar-Dasar
Biologi Sel. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Budimansyah, dkk. 2005. Uji
Kompetensi Ulangan Harian dan Umum:Penunjang Kurikulum 2004. Bandung :
Penerbit Epsilon Group.
Daroji & Haryati. 2007.
Sukses Belajar Ilmu Pengetahuan Alam untuk Kelas IX SMP dan MTs. Solo :
Penerbit PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
http://images.google.co.id/imgres?.
2008. Gambar. On Line. Diakses 17 Desember 2008.
Nurharyati, Nunung. 2006. Pendalaman
Kompetensi IPA Biologi untuk SMP/MTs Kelas IX. Bandung : Yrama Widya.
Sarna, dkk. 2000. Buku
Aja Genetikar. Singaraja : Program Studi Pendidikan Biologi, STKIP
Singaraja.
Soedarjatmo, dkk. 1996. Biologi
3a untuk Kelas 3 Catur Wulan 1 SMU. Surakarta : PT Intan Pariwara.
Sunarto, dkk. 2003. Terampil
Menerapkan Konsep dan Prinsip IPA Biologi Kelas 3A. Solo : PT Tiga
Serangkai Puataka Mandiri.
Suryo. 1995. Sitogenetika.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
-------. 1996. Genetika
Manusia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan
Ida Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan limpahan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas yang berjudul ” Numadi Sebagai Fenomena
Pewarisan Ala Bali di Jaman Modernisasi” tepat pada waktunya. Tulisan ini dibuat untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah IPA-2.
Dalam
penyusunan tulisan ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk
itu melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dengan tulus kepada
:
1. Yth. Prof. Dr. Ida Bagus Putu Arnyana,
M.Si, selaku Dosen pengampu mata kuliah IPA-2 yang telah banyak memberikan
wawasan tentang IPA-Biologi.
2. Yth. Prof. Dr. Made Sutajaya, M.Kes,
selaku dosen pengampu mata kuliah IPA-2 yang telah banyak memberikan wawasan
tentang IPA-Biologi.
3. Yth. Rekan-rekan Mahasiswa Program
Pascasarjana Program Studi Pendidikan Dasar Universitas Pendidikan Ganesha.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan
tulisan ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa
tulisan ini jauh dari sempurna. Untuk lebih menyempurnakannya maka segala
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Sebagai akhir
kata, besar harapan penulis semoga tulisan ini dapat memperkaya kasanah ilmu
pengetahuan dan bermanfaat bagi dunia pendidikan.
Singaraja,
Juni 2009
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................
|
i
|
DAFTAR ISI...............................................................................................................
|
ii
|
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................
|
iv
|
DAFTAR TABEL.......................................................................................................
|
v
|
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................
1.1 Latar
Belakang..............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan........................................................................................
|
1
1
2
2
3
|
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................
2.1 Materi
Genetik.............................................................................................
2.1.1
Gen.....................................................................................................
2.1.2
Kromosom..........................................................................................
2.2 Terminologi Bidang
Genetika......................................................................
2.3 Reproduksi
Sel Sebagai Dasar Pewarisan Sifat...........................................
2.3.1 Mitosis.................................................................................................
2.3.2
Meiosis................................................................................................
2.3.3
Gametogenesis....................................................................................
2.3.3.1 Gametogenesis Pada
Manusia................................................
2.3.3.2 Gametogenesis Pada
Tumbuhan Tinggi.................................
2.4 Pewarisan Sifat Menurut Mendel............................................................
....
2.4.1 Persilangan Dengan Satu Sifat
Beda.................................................
2.4.2 Persilangan Dengan Dua Sifat Beda.................................................
2.5 Penyimpangan Semu Pada Hukum
Mendel.................................................
2.5.1 Interaksi Beberapa Pasang
Alel..........................................................
2.5.2 Epistasis
Dominan...............................................................................
2.5.3 Epistasis
Resesif..................................................................................
2.5.4 Epistasis Dominan dan
Resesif...........................................................
2.6 Pewarisan Sifat Pada
Manusia.....................................................................
2.7 Manfaat Pewarisan
Sifat Bagi Kehidupan dalam Konteks Salingtemas......
|
4
4
4
5
9
10
11
12
14
15
16
19
21
25
28
28
29
30
32
33
36
|
BAB III PENUTUP....................................................................................................
3.1 Kesimpulan
.................................................................................................
3.2 Saran-Saran..................................................................................................
|
38
38
40
|
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................................
|
42
|
|
|
DAFTAR
GAMBAR
Gambar 01 : Gen di dalam Kromosom…………………………………................
|
5
|
Gambar
02 : Kromosom dengan Kromatid yang Masing-masing melekat pada Satu Sentromer....................................................................................
|
6
|
Gambar 03 : Tipe koromosom…………..………………………………...............
|
7
|
Gambar 04 : Kromosom Tubuh
Laki-laki dan Perempuan………………………..
|
8
|
Gambar 05 : Pembelahan
Mitosis............................................................................
|
12
|
Gambar 06 : Meiosis Melalui
Dua Tahap................................................................
|
14
|
Gambar 07 : Bagan
Spermatogenesis Pada Hewan dan manusia….……...............
|
15
|
Gambar 08 : Bagan Oogenesis
Pada Hewan dan Manusia.……………….............
|
16
|
Gambar 09 : Bagan Persilangan Monohibrid…..………………………….............
|
22
|
Gambar 10 : Bagan
Persilangan Monohibrid dengan Sifat Intermediat…..............
|
24
|
Gambar 11 : Bagan
Persilangan Pada Dihibrid………………………..….............
|
26
|
Gambar 12 : Persilangan
Dihibrid dengan Sistem Breeket…………….….............
|
27
|
DAFTAR TABEL
Tabel 01 . Jumlah
Kromosom Pada beberapa Jenis Makhluk Hidup……...……
|
7
|
Tabel 02 . Jumlah Gamet Pada
Berbagai Genotipe Makhluk Hidup...................
|
18
|
Tabel 03 . Kombinasi
Genotipe dan Fenotipe.....………………………..............
|
19
|
Tabel 04.
Diagram Persilangan Kacang Kapri Berbunga Merah dengan Kacang Kapri Berbungan
Putih.......……………………….............................
|
22
|
Tabel 05 . Diagram
Persilangan Monohibrid dengan Sifat Intermediat...............
|
24
|
Tabel 06 . Pengaruh Jenis
Kelamin Terhadap Ekspresi Gen b yang Mengontrol Kepala
Botak.................................................………………..............
|
33
|
Tabel 07
. Hubungan Golongan Darah dan Kombinasi Genotipe Serta Antigen dalam
Eritrosit..............................................………………..............
|
34
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar