MENUMBUHKAN BUDAYA POSTIF DI SEKOLAH |
Oleh : I Gede Joniarta_CGP Kabupaten Badung |
Beberapa tahun
belakangan, Pendidikan Karakter menjadi fokus sejumlah sekolah dasar. Bahkan,
ada sekolah yang memfokuskan diri sebagai “sekolah karakter” dan mengedepankan
pendidikan karakter ketimbang hanya fokus pada pendidikan akademis. Pembentukan
karakter membutuhkan proses yang lama dan panjang serta butuh konsistensi dari
orang-orang sekitar. Pendidikan karakter pun dinilai paling efektif bila
dipupuk saat anak bersekolah dasar selama 6 tahun. Lingkungan sekolah, sebagai
salah satu lembaga yang punya kepentingan dalam pembentukan karakter anak,
perlu membangun budaya positif.
Budaya
positif sekolah ini berisi kebiasaan yang disepakati bersama untuk dijalankan
dalam waktu yang lama. Jika kebiasaan positif ini sudah membudaya, maka
nilai-nilai karakter yang diharapkan akan terbentuk pada diri anak. Karena
budaya positif adalah kebiasaan yang disepakati bersama maka budaya positif
tidak dapat berdiri sendiri di sekolah untuk menciptakan budaya ajar yang baik.
Disini memerlukan dukungan steakholder
sekolah.
Penerapan
budaya positif di sekolah bisa diterapkan diluar kelas dan di dalam kelas. Penanaman budaya positif pada murid merupakan hal
yang sangat berat. Untuk itu, penanaman nilai-nilai positif dalam mata
pelajaran lebih memfokuskan pada nilai-nilai utama yang sesuai dengan
karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Nilai-nilai karakter mata
pelajaran IPA (Direktorat Pembinaan SMP, 2010) meliputi jujur, kritis, kreatif,
inovatif, kerja sama, kerja keras, nasionalis, berpikir logis, dan menghargai
keberagaman. Penanaman budaya positf sangat erai kaitannya dengan penanaman
nilai-nilai pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses
pembelajaran sehingga diperoleh kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan
pengintegrasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku murid sehari-hari melalui
proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas. Dengan
demikian, kegiatan pembelajaran selain untuk menjadikan peserta didik mengenal,
menyadari atau peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai serta menjadikannya
perilaku.
Proses pembelajaran pada hakikatnya untuk
mengembangkan aktivitas belajar murid melalui berbagai interaksi dan pengalaman
belajar. Sering kali guru tidak sadar dengan melakukan kegiatan pembelajaran
yang justru menghambat aktivitas belajar dengan lebih menekankan aspek kognitif
sehingga kemampuan mental yang dipelajari sebagian besar berpusat pada bahan
pengetahuan dan ingatan. Dalam situasi demikian, biasanya murid dituntut untuk
menerima hal-hal yang dianggap penting oleh guru dan menghafalnya. Agar murid
lebih aktif dalam belajarnya. (Mulyasa, 2008) mengemukakan hal-hal yang perlu
dilakukan oleh guru, di antaranya: 1) mengembangkan rasa percaya diri siswa dan
mengurangi rasa takut, 2) memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk
berkomunikasi ilmiah secara bebas terarah, 3) melibatkan siswa dalam menentukan
tujuan belajar dan evaluasinya, 4) memberikan pengawasan yang tidak terlalu
ketat dan tidak otoriter, dan 5) melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran secara menyeluruh. Selain itu sebagai Calon Guru Penggerak (CGP)
hal yang dapat dilaukan dalam menumbuhkan budaya positif disekolah anatar lain:
1) menjadi manager dalam kelas, artinya kita bisa mengatur jalannya proses
pembelajaran, 2) guru sebagai tauladan, artinya segala tindakan guru diarahkan
agar menjadi contoh yang baik bagi murid, 3) guru melakukan survei kebutuhan
murid, artinya guru perlu mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi kebutuhan
murod di kelas, 4) membuat kesepakatan kelas, 5) melaksanakan kesepakatan
kelas, dan 6) merefleksi kesepakatan kelas secara berseninambungan.. Jika kita
sidah berhasil membangun budaya posistif ini di kelas, alangkah baiknya jika
calon guru penggerak juga menularkan hal baik ini kepada rekan sejawat. Untuk
hal itu, guru penggerak dapat menggetok tularkan pengalaman itu kepada guru
yang lain dengan menyampaikannya pada acara rapat-rapat rutin atau dengan
menyampaikan secara langsung pada teman sejawat.
Budaya
positif ini sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai guru penggerak (modul 1.2)
dan visi guru penggerak (modul 1.3) Dalam ke dua modul ini mengiinginkan bahwa
Calon Guru Penggerak dapat menumbuhkan nilai-nilai positif dalam diri guru
penggerak dan juga dalam diri siswa beserta rekan sejawat. Jika kita kaitkan
dengan meteri lain yang masih ada hubungannya dengan budaya positif di sekolah,
kita bisa menyimak laman resmi Sahabat Keluarga Kemendikbud, terkait budaya positif
di sekolah.
Berikut
lima budaya sekolah yang dapat membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang
berkarakter positif: 1. Gerakan literasi sekolah Gerakan literasi sekolah (GLS)
bertujuan agar murid memiliki minat baca sehingga keterampilan membaca akan
meningkat. Materi bacaan berisi nilai-nilai budi pekerti berupa kearifan lokal,
nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan murid. Salah
satu program yang dicanangkan pemerintah adalah kegiatan 15 menit membaca buku
non pelajaran sebelum waktu pelajaran dimulai. 2. Kegiatan ekstrakulikuler
Kegiatan ini bertujuan mengembangkan minat dan bakat anak di sekolah. Saat
terlibat dalam kegiatan ekstrakulikuler, murid akan terbiasa melakukan berbagai
macam kegiatan positif secara fisik maupun mental. Baca juga: Mengenal Jurusan
Kuliah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Ini 5 Faktanya Dengan aktif di kegiatan
ekstrakulikuler, murid juga terlatih aktivitas yang memerlukan pemikiran dan
tenaga lebih. Mereka tidak akan manja, bermalas-malasan dan anarkis. Justru
lebih kreatif dan bertanggung jawab. 3. Kegiatan pembiasaan awal dan akhir
proses belajar Kegiatan ini bertujuan membentuk kebiasaan harian anak, seperti
menyambut kedatangan anak di gerbang sekolah sembari menjabat tangannya.
Bentuknya tidak terlalu berat namun memerlukan konsistensi. Kegiatan yang bisa
dilakukan antara lain, mengikuti upacara bendera, menyanyikan lagu Indonesia
Raya, lagu nasional, dan berdoa bersama. Di akhir pelajaran, kegiatan serupa
juga perlu dilakukan. Antara lain refleksi, menyanyikan lagu daerah dan berdoa
bersama. 4. Membiasakan prilaku baik bersifat spontan Hal ini penting untuk
diterapkan oleh sekolah karena karakter anak baru akan terlihat bila
ditunjukkan secara spontan. Karakter dinilai belum terbentuk dalam diri
seseorang jika belum bersifat spontan. Dengan kata lain, spontanitas akan
menjadi ukuran, bahwa seseorang itu telah memiliki karakter yang baik atau
belum. Perilaku ini mencakup perkataan maupun perbuatan. Misalnya, anak spontan
meminta maaf saat lakukan kesalahan atau anak langsung membantu temannya yang
sedang kesulitan. 5. Menetapkan tata tertib sekolah Tata tertib menjadi benteng
pembatas antara yang boleh dan tidak boleh, antara yang baik dan tidak baik.
Sekolah perlu membuat tata tertib yang disepakati dan dijalankan bersama oleh
guru-guru. Tata tertib diperlukan mengingat sikap seseorang mudah berubah,
apalagi yang menyangkut kebiasaan. Dengan adanya aturan, seseorang akan
terikat. Dengan begitu, kebiasaan positif itu akan terus berkembang hingga
menjadi karakter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar