Senin, 07 Desember 2020

Koneksi Antar Materi - Pentingnya Budaya Positif

 

MENUMBUHKAN BUDAYA POSTIF DI SEKOLAH


Oleh :

I Gede Joniarta_CGP Kabupaten Badung

  

Beberapa tahun belakangan, Pendidikan Karakter menjadi fokus sejumlah sekolah dasar. Bahkan, ada sekolah yang memfokuskan diri sebagai “sekolah karakter” dan mengedepankan pendidikan karakter ketimbang hanya fokus pada pendidikan akademis. Pembentukan karakter membutuhkan proses yang lama dan panjang serta butuh konsistensi dari orang-orang sekitar. Pendidikan karakter pun dinilai paling efektif bila dipupuk saat anak bersekolah dasar selama 6 tahun. Lingkungan sekolah, sebagai salah satu lembaga yang punya kepentingan dalam pembentukan karakter anak, perlu membangun budaya positif.

Budaya positif sekolah ini berisi kebiasaan yang disepakati bersama untuk dijalankan dalam waktu yang lama. Jika kebiasaan positif ini sudah membudaya, maka nilai-nilai karakter yang diharapkan akan terbentuk pada diri anak. Karena budaya positif adalah kebiasaan yang disepakati bersama maka budaya positif tidak dapat berdiri sendiri di sekolah untuk menciptakan budaya ajar yang baik. Disini memerlukan dukungan steakholder sekolah.

Penerapan budaya positif di sekolah bisa diterapkan diluar kelas dan di dalam kelas. Penanaman budaya positif pada murid merupakan hal yang sangat berat. Untuk itu, penanaman nilai-nilai positif dalam mata pelajaran lebih memfokuskan pada nilai-nilai utama yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Nilai-nilai karakter mata pelajaran IPA (Direktorat Pembinaan SMP, 2010) meliputi jujur, kritis, kreatif, inovatif, kerja sama, kerja keras, nasionalis, berpikir logis, dan menghargai keberagaman. Penanaman budaya positf sangat erai kaitannya dengan penanaman nilai-nilai pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran sehingga diperoleh kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan pengintegrasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku murid sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran selain untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari atau peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai serta menjadikannya perilaku.

Proses pembelajaran pada hakikatnya untuk mengembangkan aktivitas belajar murid melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Sering kali guru tidak sadar dengan melakukan kegiatan pembelajaran yang justru menghambat aktivitas belajar dengan lebih menekankan aspek kognitif sehingga kemampuan mental yang dipelajari sebagian besar berpusat pada bahan pengetahuan dan ingatan. Dalam situasi demikian, biasanya murid dituntut untuk menerima hal-hal yang dianggap penting oleh guru dan menghafalnya. Agar murid lebih aktif dalam belajarnya. (Mulyasa, 2008) mengemukakan hal-hal yang perlu dilakukan oleh guru, di antaranya: 1) mengembangkan rasa percaya diri siswa dan mengurangi rasa takut, 2) memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas terarah, 3) melibatkan siswa dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya, 4) memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter, dan 5) melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran secara menyeluruh. Selain itu sebagai Calon Guru Penggerak (CGP) hal yang dapat dilaukan dalam menumbuhkan budaya positif disekolah anatar lain: 1) menjadi manager dalam kelas, artinya kita bisa mengatur jalannya proses pembelajaran, 2) guru sebagai tauladan, artinya segala tindakan guru diarahkan agar menjadi contoh yang baik bagi murid, 3) guru melakukan survei kebutuhan murid, artinya guru perlu mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi kebutuhan murod di kelas, 4) membuat kesepakatan kelas, 5) melaksanakan kesepakatan kelas, dan 6) merefleksi kesepakatan kelas secara berseninambungan.. Jika kita sidah berhasil membangun budaya posistif ini di kelas, alangkah baiknya jika calon guru penggerak juga menularkan hal baik ini kepada rekan sejawat. Untuk hal itu, guru penggerak dapat menggetok tularkan pengalaman itu kepada guru yang lain dengan menyampaikannya pada acara rapat-rapat rutin atau dengan menyampaikan secara langsung pada teman sejawat.

Budaya positif ini sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai guru penggerak (modul 1.2) dan visi guru penggerak (modul 1.3) Dalam ke dua modul ini mengiinginkan bahwa Calon Guru Penggerak dapat menumbuhkan nilai-nilai positif dalam diri guru penggerak dan juga dalam diri siswa beserta rekan sejawat. Jika kita kaitkan dengan meteri lain yang masih ada hubungannya dengan budaya positif di sekolah, kita bisa menyimak laman resmi Sahabat Keluarga Kemendikbud, terkait budaya positif di sekolah.

Berikut lima budaya sekolah yang dapat membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter positif: 1. Gerakan literasi sekolah Gerakan literasi sekolah (GLS) bertujuan agar murid memiliki minat baca sehingga keterampilan membaca akan meningkat. Materi bacaan berisi nilai-nilai budi pekerti berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan murid. Salah satu program yang dicanangkan pemerintah adalah kegiatan 15 menit membaca buku non pelajaran sebelum waktu pelajaran dimulai. 2. Kegiatan ekstrakulikuler Kegiatan ini bertujuan mengembangkan minat dan bakat anak di sekolah. Saat terlibat dalam kegiatan ekstrakulikuler, murid akan terbiasa melakukan berbagai macam kegiatan positif secara fisik maupun mental. Baca juga: Mengenal Jurusan Kuliah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Ini 5 Faktanya Dengan aktif di kegiatan ekstrakulikuler, murid juga terlatih aktivitas yang memerlukan pemikiran dan tenaga lebih. Mereka tidak akan manja, bermalas-malasan dan anarkis. Justru lebih kreatif dan bertanggung jawab. 3. Kegiatan pembiasaan awal dan akhir proses belajar Kegiatan ini bertujuan membentuk kebiasaan harian anak, seperti menyambut kedatangan anak di gerbang sekolah sembari menjabat tangannya. Bentuknya tidak terlalu berat namun memerlukan konsistensi. Kegiatan yang bisa dilakukan antara lain, mengikuti upacara bendera, menyanyikan lagu Indonesia Raya, lagu nasional, dan berdoa bersama. Di akhir pelajaran, kegiatan serupa juga perlu dilakukan. Antara lain refleksi, menyanyikan lagu daerah dan berdoa bersama. 4. Membiasakan prilaku baik bersifat spontan Hal ini penting untuk diterapkan oleh sekolah karena karakter anak baru akan terlihat bila ditunjukkan secara spontan. Karakter dinilai belum terbentuk dalam diri seseorang jika belum bersifat spontan. Dengan kata lain, spontanitas akan menjadi ukuran, bahwa seseorang itu telah memiliki karakter yang baik atau belum. Perilaku ini mencakup perkataan maupun perbuatan. Misalnya, anak spontan meminta maaf saat lakukan kesalahan atau anak langsung membantu temannya yang sedang kesulitan. 5. Menetapkan tata tertib sekolah Tata tertib menjadi benteng pembatas antara yang boleh dan tidak boleh, antara yang baik dan tidak baik. Sekolah perlu membuat tata tertib yang disepakati dan dijalankan bersama oleh guru-guru. Tata tertib diperlukan mengingat sikap seseorang mudah berubah, apalagi yang menyangkut kebiasaan. Dengan adanya aturan, seseorang akan terikat. Dengan begitu, kebiasaan positif itu akan terus berkembang hingga menjadi karakter.

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar